BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan sarana
untuk menuju derajat kesehatan tenaga kerja dan produktivitas kerja yang
setinggi-tinginya, dapat dicapai melalui upaya meningkatkan promosi kesehatan
kerja dan pencegahan penyakit akibat kerja, pemenuhan gizi tenaga
kerja,peningkatan efisiensi dan gaya produktifitas, pengurangan kelelahan kerja
serta peningkatan gairah dan kepuasan kerja. Permasalahan dalam kesehatan dan
keselamatan kerja sampai saat ini masih berkisar pada kelelahan kerja, penyakit
akibat kerja dan kecelakaan kerja serta produktivitas kerja yang menurun.
Penanganan semua hal tersebut memerlukan upaya seluruh pihak terkait baik
pemerintah maupun swasta.
Upaya kesehatan kerja pada dasarnya merupakan
penyerasian kapasitas kerja dan lingkungan kerja. Keserasian antara dua hal
tersebut sangat dibutuhkan agar terpenuhi persyaratan kesehatan pekerja baik
fisik maupun psikis sesuai dengan jenis pekerjaannya, persyaratan bahan baku,
peralatan dan proses kerja serta persyaratan tempat atau lingkungan kerja.
Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja atau
penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan tidak saja menimbulkan kerugian jiwa
dan material, namun juga menganggu proses produksi, lingkungan serta masyarakat. Oleh karena itu di setiap tempat
kerja perlu melakasanakan program kesehatan dan keselamatan kerja.
Kesehatan dan keselamatan kerja menjadi hal yang
makin penting dari waktu ke waktu, sebab international
labor Organization (ILO) menyatakan, bahwa setiap tahun terjadi 1,1 juta
kematian yang disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan yang berhubungan dengan
pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi 250 juta kecelakaan dan sisanya
adalah kematian karena penyakit akibat berhubungan dengan pekerjaan,
diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan kerja yang baru setiap
tahunnya. Data ILO menyebutkan, bahwa kematian terbanyak pada tenaga kerja
disebabkan oleh kanker akibat kerja sekitar 34%, kemudian diikuti ketulian,
gangguan musculoskeletal,gangguan reproduksi dan masalah kejiwaan. Menurut World Health Organization (WHO).
Hanya sekitar 5-10% pekerja di Negara bekembang dan 20-50% pekerja di Negara
industry mendapatkan pelayanan kesehatan kerja yang memadai, untuk itu perlu
adanya perhatian dari semua pihak terhadap kejadian ini.
Terdapat tiga factor yang mempengaruhi kesehatan
kerja yaitu : factor manusia atau pekerja,factor lingkungan kerja dan fasilitas
pelayanan kesehatan. Factor manusia terdiri atas umur,jenis kelamin, pendidikan,
status gizi, status kesehatan, kondisi mental dan semangat kerja. Factor linngkungan kerja
dapat dibagi atas faktor fisik, faktor kimiawi, faktor biologi dan ergonomi.
Faktor fisik termasuk didalamnya adalah kebisingan,getaran, tekanan suhu
tinggi, suhu rendah. Faktor kimia antara lain dalam bentuk debu, uap, serat-serat,
cairan, gas dan kabut. Faktor biologi yaitu bakteri, virus, jamur dan serangga.
Faktor ergonomi mencakup sikap dan cara kerja yang baik, beban kerja yang tidak
adekuat, menotoni pekerjaan, jam kerja yang tidak sesuai, pekerjaan yang
reperatitif, penerangan yang tidak memadai serta kegelisahan kerja. Fasilitas
pelayanan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di tempat kerja, meliputi
ketersediaan tenaga pemberi layanan (dokter,perawat dan ahli K3) yang memiliki
keahlian dan keterampilan yang sesuai, program pencegahan penyakit akibat kerja
dan kecelakaan kerja, serta sarana/prasarana pendukung yang berperan
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada para pekerja.
Kondisi lingkungan kerja dan
nyaman memberikan beban kerja tambahan bagi pekerja. Hal ini menimbulkan dampak
pada kesehatan diri pekerja atau munculnya kelelahan kerja dan berbagai
penyakit akibat kerja, sehingga dapat berpengaruh pada menurunnya produktivitas
kerja.
1.2 Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1.
Apa
yang di maksud dengan kelelahan kerja?
2.
Bagaimana
Fisiologi
Kelelahan kerja ?
3.
Ada berapa saja jenis kelelaha kerja ?
4.
Seperti apa faktor-faktor penyebab kelelahan kerja ?
5.
Bagaimana gejalah kelelahan kerja ?
6.
Bagaimana pengukuran kelelahan kerja ?
7.
Bagaimana Pencegahan dan pengendalian kelelahan kerja ?
1.3 Tujuan
Adapun Tujuan pembuatan makalah ini yaitu :
1.
Dapat mengetahui apa itu kelelahan kerja.
2.
Dapat mengetahui apa itu Fisiologi kelelahan kerja.
3.
Dapat mengetahui apa-apa saja jenis kelelaha kerja.
4.
Dapat mengetahui faktor-faktor penyebab kelelahan kerja.
5.
Dapat mengetahui gejalah kelelahan kerja.
6.
Dapat mengetahui bagaimana pengukuran kelelahan kerja.
7.
Dapat mengetahui bagaimana Pencegahan dan pengendalian
kelelahan kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Kelelahan Akibat Kerja
Kelelahan (fatigue)
adalah suatu kondisi melemahnya tenaga atau efisiensi seseorang untuk melakukan
suatu kegiatan. Menurut Suma’mur, kelelahan merupakan batasan kemampuan otot
dan sistem pernafasan untuk bekerja yang disebabkan
karena kondisi menonton, lama kerja, keadaan lingkungan (tekanan panas,
bising, getaran, penerangan), keadaan kejiwaan, penyakit, dan keadaan gizi.
sedangkan menurut Grandjean (1998) dan setyawati (1994) menyatakan bahwa
kelelahan kerja ditandai dengan adanya penurunan kesiagaan dan timbulnya
perasaan lelah yang merupakan gejala subjektif. kondisi kelalahan kerja ini
dapat menyebabkan turunnya kinerja, menambah tingkat kesalahan dan kecelakaan
kerja.
kelelahan kerja dalam suatu industri menurut Barnes
dikaitkan dengan adanya 3 aspek yang saling berhubungan, yaitu perasaan
kelelahan, perubahan fisiologis pada tubuh yang menyebabkan saraf dan otot
gagal bekerja karena adanya perubahan unsur kimiawi tubuh sesudah bekerja, dan
lingkungan kerja. Dimana persaan kelelahan kerja merupakan perasaan yang tidak
menyenangkan yang dialami oleh tenaga kerja dan merupakan aspek psikososial
yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja.
Jika disimpulkan, maka kelelahan kerja dapat diartikan
sebagai penurunan kesiagaan dan timbulnya perasaan lelah pada diri seseorang
akibat kondisi monoton, beban dan lama kerja baik fisi, mental, dan keadaan
lingkungan (tekanan panas,bising, getaran, penerangan), keadaan kejiwaan,
penyakit, serta keadaan gizi.
2.2
Fisiologi Kelelahan Kerja
Secara fisiologis kelelahan kerja dipengaruhi oleh
akumulasi asam laktat pada sistem otot yang dapat menebabkan penuerunan kerja
otot, dan faktor saraf tepi dan sentral. Pada saat otot berkontraksi, glikogen
diubah menjadi asam laktat sehingga dapat menghambat kontinuitas kerja otot
sehingga menimbulkan kelelahan. Dan pada stadium pemulihan terjadi proses
perubahan asam laktat menjadi glikoge kembali, sehingga otot dapat berfungsi
normal. kerja otot tersebut dipengaruhi oleh adanya ketersediaan oksigen.
kelelahan otot terjadi karena adanya kekurangan oksigen dan adanya penimbunan
hasil metabolis otot yang tidak masuk kedalam aliran darah.
Kelelahan juga diatur secara sentral oleh otak. Pada
susunan saraf pusat ini terdapat sistem aktivasi (penggerak) dan inhibisi
(penghambat). sisten aktivasi bersifat simpatis yang merangsang syarat untuk
bekerja. sedangkan inhibisi bersifat para simpatis, yang mengahambat kemampuan
seseorang untuk bereaksi. Agar tenaga kerja berada dalam keserasian, maka kedua
sistem ini harus berada pada kondisi yang memberikan stabilitas kepada tubuh.
Menurut Grandjean,jika prngaruh sistem akitivasi lebih kuat maka tubuh berada
dalam keadaan siaga untuk menjawab setiap stimulus. Sedangkan bila pengaruh
sisten inhibisi lebih kuat atau sistem aktivasi lebih rendah, maka tubuh akan
mengalami penuerunan kesiagaan untuk bereaksi terhadap suatu rangsang, dan
berarti terjadi kelelahan.
2.3
Jenis Kelelahan Kerja
Kelelahan dapat dibedakan berdasarkan proses pada otot, waktu terjadinya
kelelahan dan penyebab terjadinya kelelahan.
1.
Kelelahan
berdasarkan proses dalam otot tot (Muscular
Fatigue)
a)
Kelelahan otot,
yaitu menurunnya kinerja yang disebabkan karena adanya ketegangan otot pada
daerah sekitar sendi. Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya
tekanan melalui fisik untuk waktu tertentu inilah yang disebut kelelahan otot
secara fisiologis. Gejala yang ditunjukkan tidak hanya berkurangnya tekanan
fisik, namun juga ditunjukkan dengan melemahnya kemampuan dan gerakan tenaga kerja
dalam melakukan pekerjaannya, sehingga menimbulkan kesalahan dan akibat yang
fatal yaitu menimbulkan terjadinya kecelakaan.
b) Aspek Kelelahan Umum (General Fatigue)
Kelelahan
umum adalah suatu perasaan yang menyebar yang disertai dengan adanya penurunan kesiagaan
dan kelambanan gerak ketika melakukan aktivitas. Gejala utama kelelahan umum
adalah suatu perasaan letih yang luar biasa. Semua aktivitas menjadi terganggu
dan terhambat karena tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun
psikis, segalanya terasa berat dan mengantuk.
2. Berdasarkan waktu terjadinya kelelahan
a) Kelelahan akut (mendadak) terutama disebabkan oleh
kerja suatu organ atau seluruh tubuh secara berlebihan.
b) Kelelahan kronis (berlangsung lama) terjadi bila
kelelahan berlangsung setiap hari, berkepanjangan dan bahkan kadang-kadang
telah terjadi sebelum memulai suatu pekerjaan. Kelelahan kronis terjadi karena
adanya :
·
Faktor kerja fisik,
baik di kantor, perusahaan, dan lapangan sehingga terjadi akumulasi substansi
toksin (asam laktat).
·
Faktor
penyakit sehingga menyebabkan cepat lelah.
·
Faktor
psikologis, misalnya konflik yang mengakibatkan stres emosional yang
berkepanjangan dan ditandai dengan menurunnya prestasi kerja, rasa lelah dan
kinerja yang berhubungan dengan faktor psikososial.
Pertimbangan
lain yang menyebabkan terjadinya kelelahan kronis adalah beban kerja yang
melampaui batas, alat kerja yang tidak ergonomis, kondisi lingkungan kerja yang
tidak sehat, dan kemampuan adaptasi individu terhadap lingkungan dan
pekerjaannya.
3.
Berdasarkan
penyebabnya
a)
kelelahan
fisiologis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh faktor fisik di tempat kerja
antara lain oleh suhu, kebisingan, getaran, dan pencahayaan.
b)
Kelelahan
Psikologis, yaitu kelelahan yang disebabkan faktor psikologis antara lain pekerjaan
yang monoton (kebosanan sebagai gejala subjektif yang disebabkan oleh
pekerjaan), bekerja karena terpaksa, pekerjaan yang menumpuk, dan lain-lain.
2.4
Faktor-Faktor Penyebab Kelelahan Kerja
Terjadinya kelelahan dapat disebabkan beberapa hal
seperti keadaan monoton, beban dan lama pekerjaan baik fisik, mental, keadaan
lingkungan (cuaca kerja, bising, vibrasi, penerangan), keadaan kejiwaan
(pengetahuan, tanggung jawab, kekhawatiran atau konflik), serta penyakit,
perasaan sakit dan keadaan gizi. Kelelahan kerja dapat pula dipengaruhi oleh
banyak hal dan tersedianya kondisi kerja yang aman dan peralatan yang memadai.
Grandjien juga menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja dapat diakibatkan oleh sejumlah faktor
antara lain seperti ;
(1) Intensitas dan lamanya pengaruh fisik dan psikis;
(2) Masalah psikis atau stres : tanggung jawab, kecemasan,
konflik,
(3) Masalah lingkungan kerja : kebisingan, penerangan,
getaran dan suhu;
(4) Nyeri dan penyakit lainnya;
(5) Irama detak jantung; dan
(6) Gizi / nutrisi.
Terjadinya
kelelahan ini juga dipengaruhi jenis pekerjaan yang dilakukan, lama dan
frekuensi pekerjaan, serta waktu istirahat dalam bekerja.
2.5
Gejala Kelelahan Kerja
Gejala kelelahan kerja merupakan gejala yang jelas dapat
dilihat dan dirasakan yaitu menurunnya perhatian, lamban dan gangguan persepsi,
pikiran lemah, motivasi menurun, kinerja menurun, ketelitian menurun dan
kesalahan meningkat. Gejala umum yang sering menyertai kelelahan ini adalah
sakit kepala, vertigo, gangguan pencernaan dan tidak dapat tidur. Kelelahan
selain dapat mempengaruhi tingkat produktivitas dapat juga mempengaruhi kondisi
kesehatan fisik seorang tenaga kerja. Kelelahan juga merupakan salah satu
penyebab timbulnya kecelakaan kerja.
2.6
Pengukuran Kelelahan Kerja
Metode yang digunakan
untuk melakukan pengukuran kelelahan kerja yang spesifik dewasa ini masih belum
ada, karena efek yang ditimbulkan dari kelelahan masih beragam, namun beberapa
metode yang dapat digunakan untuk mengukur kelelahan adalah sebagai berikut :
a.
Waktu
reaksi (Reaction Time)
Waktu reaksi adalah waktu yang terjadi antara pemberian
rangsang tunggal yang berupa cahaya atau suara, sampai timbulnya respon
terhadap rangsang tersebut. Waktu reaksi merupakan interval selama implus
syaraf dihantarkan ke otak dan kemudian diteruskn ke otot.
Pada keadaan kelelahan, secara neurofisiologis cortex
cerebri mengalami penurunan aktivitas yang mengakibatkan terjadinya perubahan
pengaruh pada sistem aktivasi dan sistem inhibisi, sehingga tubuh tidak dapat
cepat menjawab signal-signal dari luar termasuk rangsang cahaya dan suara.
Alat yang digunakan untuk mengetahui tingkat kelelahan
kerja dengan mengukur waktu reaksi adalah dengan menggunakan reaction timer (L-77 Lakassidaya)
b.
Perasaan
Kelelahan kerja
Perasaan kelelahan kerja adalah perasaan yang dialami
oleh pekerja yang disebabkan karena terjadinya kelelahan. Perasaan kelelahan
ini ditandai dengan rasa nyeri pada otot, ketegangan otot, kekacauan mental,
kebosanan, dan menurunnya atensi kerja. Untuk mengetahui perasaan kelelahan
pada pekerja maka digunakan Kuesioner Alat Pengukur Kelelahan Kerja (KAUPK2).
Kuesioner Alat Pengukur Kelelahan Kerja (KAUPK2) merupakan instrumen yang
berjumlah tujuh belas item pertanyaan yang terdiri dari 3 aspek keluhan
subjektif yang diderita oleh tenaga kerja yang mengalami kelelahan, yaitu aspek
pelemahan aktivitas sebanyak 7 butir,
aspek pelemahan motivasi sebanyak 3 butir, dan aspek gejala fisk
sebanyak 7 butir.
c.
Tingkat Kelelahan Kerja
Distribusi tingkat kelelahan kerja pada pekerja lapangan
bagian produksi PT.Resources Bolaang Mongondow.
Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan
Tingkat Kelelahan Kerja
Kategori Kelelahan
|
n
|
%
|
Sedang
|
68
|
46,9
|
Ringan
|
77
|
53,1
|
Total
|
145
|
100
|
Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada tabel 1,
sebagian besar pekerja lapangan bagian produksi PT. J Resources Bolaang Mongondow
mengalami kelelahan ringan yaitu sebanyak 77 responden (53,1%), dan pekerja yang
mengalami kelelahan sedang sebanyak 68 responden (46,9%).
Tingkat kelelahan dapat diukur dengan
menggunakan beberapa metode salah satunya adalah waktu reaksi (Suma’mur,1996). Menurut
Setyawati (2010), waktu reaksi adalah waktu yang terjadi antara pemberian
rangsang tunggal sampai timbulnya respons terhadap rangsang tersebut. Dalam
penelitian ini digunakan rangsang cahaya, dikarenakan lokasi pengukuran di
lapangan yang “ribut” sehingga dapat mengakibatkan gangguan dalam proses pengukuran bila menggunakan rangsang suara.
Menurut Setyawati (2010), pengukuran waktu reaksi dengan rangsang cahaya atau rangsang suara
dilakukan sesuai kebutuhan pihak pemerikasa. Kelelahan kerja dalam penelitian
ini dikategorikan menjadi normal, kelelahan ringan, kelelahan sedang dan kelelahan
berat. Parameter waktu reaksi dipergunakan untuk pengukuran kelelahan kerja, waktu
reaksi ini dipengaruhi oleh faktor rangsangnya sendiri baik intensitas maupun
kompleksitas rangsangangnya, dan juga dipengaruhi oleh motivasi kerja, jenis kelamin, usia,
kesempatan, serta anggota tubuh yang dipergunakan.
Hasil penelitian dari 145 responden yang diukur,
sebagian besar responden pekerja lapangan bagian produksi PT. J Resources
Bolaang Mongondow mengalami kelelahan tingkat ringan dengan persentase 53,1%, dan
sisanya 46,9% mengalami kelelahan tingkat sedang. Untuk tindakan perbaikan klasifikasi
tingkat kelelahan ringan dan sedang, masih dapat ditoleransi yaitu dengan memberikan
waktu istirahat yang cukup, apabila mengalami kelelahan.
faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap
terjadinya kelelahan kerja bermacam-macam, mulai dari factor lingkungan yang
tidak memadai untuk pekerja sampai kepada masalah psikososial yang dapat berpengaruh
terhadap terjadinya kelelahan kerja. Lingkungan kerja yang nyaman dan
ventilasi udara yang adekuat, didukung oleh tidak adanya kebisingan akan mengurangi
kelelahan kerja. Lama dan ketepatan waktu beristirahat sangat berperan dalam mempengaruhi
terjadinya kelelahan kerja. Kesehatan pekerja yang selalu di monitor dengan
baik, dan pemberian gizi yang sempurna dapat menurunkan kelelahan kerja. Beban
kerja yang diberikan pada pekerja perlu disesuaikan dengan kemampuan psikis dan fisik
pekerja bersangkutan. Pencegahan kelelahan kerja ini terutama
ditujukan kepada upaya menekan faktor-faktor yang berpengaruh secara negative pada kelelahan
kerja dan meningkatkan faktor-faktor yang berpengaruh secara positif. Faktor-faktor
yang berpengaruh secara negatif yang perlu ditekankan misalnya ada stres kronis dan
stress akut, yaitu dengan tidak menciptakan atau menghindarkan stress buatan manusia.
Memilih usia-usia yang berpeluang baik dalam mengendalikan kelelahan kerja.
Pemilihan pekerja yang memiliki semangat kerja yang tinggi, pendidikan yang
memadai sesuai jenis pekerjaannya, Setyawati (2010).
2.7
Pencegahan dan Pengendalian Kelelahan Kerja
Beberapa hal yang patut mendapat perhatian dalam
melakukan pencegahan dan pengendalian kelelahan adalah dengan menciptakan
lingkungan kerja yang sehat dan aman (pengaturan udara yang memadai, penerangan
yang cukup, tidak bising, dll.); pengaturan waktu kerja yang diselingi waktu
istirahat; monitoring kesehatan dan gizi pekerja; dan pembinaan mental pekerja.
Untuk mencegah dan mengendalikan kelelahan, dapat dilakukan berbagai cara yaitu
sebagai berikut :
a. Memperkenalkan perubahan rancangan produk
b. Merubah metode kerja secara efesien dan efektif
c. menerapkan penggunaan peralatan dan piranti kerja yang
memenuhi syarat ergonomi.
d. Pengaturan waktu kerja dan wkatu istirahat.
e. Menciptakan lingkungan kerja yang sehat, nyaman dan aman
bagi pekerja.
f. Melakukan pengujian dan evaluasi kinerja pekerja secara
periodik untuk mendeteksi indikasi kelelahan secara lebih dini, dan
g. Menerapkan sasaran produktivitas kerja berdasarkan
pendekatan manusiawai dan fleksibilitas yang tinggi.
h. Kebutuhan kalori seimbang
Jadi dalam
pencegahan dan pengendalian kelelahan kerja, perlu melibatkan pihak manajemen
perusahaan dengan cara meningkatakan keserasian individu dengan pekerjaannya,
pengaturan waktu kerja dan istirahat; Menciptakan lingkungan kerja yang aman,
sehat dan nyaman, dan peningkatan kesehatan para pekerja.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kelelahan kerja merupakan bagian dari permasalahan
umum yang sering dijumpai pada tenaga kerja. Menurut beberapa peneliti,
kelelahan secara nyata dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja dan dapat
menurunkan produktivitas. Data dari ILO menyebutkan bahwa setiap tahun sebanyak
dua juta pekerja meninggal dunia karena kecelakaan kerja yang disebabkan oleh
faktor kelelahan. Penelitian tersebut menyatakan dari 58115 sampel, 32,8% diantaranya
atau sekitar 18828 sampel menderita kelelahan.
Menurut Depnakertrans, data
mengenai kecelakaan kerja pada tahun 2004, di Indonesia setiap hari rata-rata
terjadi 414 kecelakaan kerja, 27,8% disebabkan kelelahan yang cukup tinggi, lebih
kurang 9,5% atau 39 orang mengalami cacat.
Tingkat
kelelahan akibat kerja yang dialami pekerja dapat menyebabkan ketidaknyamanan,
gangguan dan mengurangi kepuasan serta penurunan produktivitas yang ditunjukkan
dengan berkurangnya kecepatan performansi, menurunnya mutu produk, hilangnya
orisinalitas, meningkatnya kesalahan dan kerusakan, kecelakaan yang sering
terjadi, kendornya perhatian dan ketidaktepatan dalam melaksanakan pekerjaan.
Kelelahan kerja dapat terjadi akibat
dari faktor lingkungan kerja, faktor individu dan faktor pekerjaannya. Masalah
yang berkaitan dengan kelelahan kerja tersebut banyak dijumpai pada industri
konveksi kecil dan menengah, dimana pekerjanya bekerja dengan gerakan yang sama
dan berulang dalam waktu lama.
3.2 SARAN
Untuk mengatasi kelelahan kerja maka diharapkan bagi
manajemen agar tetap mempertahankan aturan-aturan dalam jam kerja, waktu
istirahat dan pengaturan cuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam
perusahaan.
Tetap mengupayakan pengendalian faktor fisik
seperti kebisingan, tekanan panas, ventilasi udara ruang kerja dan penerangan serta
pencahayaan di tempat tugas dengan menggunakan standar yang bukan Nilai
Ambang Batas (NAB) melainkan standar yang lebih memberikan
kesejukan bahkan kenyamanan kepada faktor manusia dalam melakukan
pekerjaannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Kawatu, P. KESEHATAN
KESELAMATAN KERJA.Manado:FKM UNSRAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar