BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Perumahan yang baik terdiri dari
kumpulan rumah yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukungnya seperti
sarana jalan, saluran air kotor, tempat sampah, sumber air bersih, lampu jalan,
lapangan tempat bermain anak – anak, sekolah, tempat ibadah, balai pertemuan,
dan pusat kesehatan masyarakat, serta harus bebas banjir. Standar arsitektur
bangunan terutama untuk perumahan umum (public
housing) pada dasarnya ditujukan untuk menyediakan rumah tinggal yang cukup
baik dalam bentuk desain, letak, dan luas ruangan, serta fasilitas lainnya agar
dapat memenuhi kebutuhan keluarga atau dapat memenuhi persyaratan rumah tinggal
yang sehat (healthy) dan menyenangkan
(comfortable).
Dalam rangka memenuhi kesejahteraannya,
manusia berusaha menciptakan benda-benda dan jasa melalui ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dimilikinya. Dalam pembangunan, ilmu pengetahuan, dan teknologi
ikut berkembang sejalan dengan pembangunan itu sendiri. Bentuk jasa pelayanan
an kebendaan untuk kesejahteraan manusiapun ikut berubah.
Rangkaian proses pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber daya bukan manusia untuk menciptakan pelayanan, jasa dan kebendaan
ikut berubah. Bila semua rangkaian tersebut cukup sederhana, maka dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi rangkaian tersebut semakin rumit.
Sampah dan efek lainnya yang dihasilkan juga ikut berubah baik macam maupun
banyaknya,
Ukuran kesejahteraan yang dikejar
manusia ikut berubah dengan perubahan benda-jasa-pelayanan-tersebut. Pada hal
produk dari hasil kemajuan ini juga menimbulkan masalah baru. Umtuk itu perlu
diusahakan pembangunan untuk kesejahteraan manusia, denga sedapat mungkin
mengurangi dampak negatif terhadapa lingkungan hidup, termasuk dampak pada
kesehatan masyarakat.
Pola globalisasi pembangunan dewasa ini,
merupakan tantangan bagi profesi kesehatan dan lingkungan. Laporan komisi dunia
untuk pembangunan dan lingkungan (world commision of environment and
development) yang terkenal dengan “Brundtland
Report” (1987) dan diberi judul “Our Common Future”, telah menggambarkan
masalah globalisasi ini termasuk bidang lingkungan. Laporan tersebut
mnegemukakan tentang strategi yang sebaiknya diterapkan untuk mengatasi
masalah-masalah yang timbul melalui beberapa program di bawah payung koordinasi
“pembangunan berkelanjutan” dan beberapa program lain di bawah payung
koordinasi “new public health”. Masalah-masalah yang timbul dari pengalaman
selama ini lebih banyak disebabkan oleh konsep perencanaan pembangunan yang
cenderung untuk mengabaikan pengaruh jangka panjang di bidang kesehatan dan
lingkungan.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan rumah
sehat?
2. Apa unsur – unsur dalam memenuhi
rumah sehat?
3. Bagaimana kriteria dari rumah sehat?
4. Bagaimana kebutuhan fisiologis dan
kebutuhan psikologis berkaitan dengan perumahan?
5. Bagaimana syarat rumah yang sehat
dan aman dari segi lingkungan?
6. Apa penyakit yang diakibatkan
sanitasi lingkungan perumahan yang kurang baik?
7. Apa yang dimaksud dengan sindrom
gedung sakit (Sick Building Syndrome)?
8. Bagaimana dampak pembangunan pada
kesehatan masyarakat?
1.3
Tujuan Masalah
Adapun tujuan masalah dari makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui maksud dari rumah
sehat
2. Untuk mengetahui unsur – unsur dalam
memenuhi rumah sehat
3. Untuk mengetahui kriteria dari rumah
sehat
4. Untuk mengetahui kebutuhan
fisiologis dan kebutuhan psikologis berkaitan dengan perumahan
5. Untuk syarat rumah yang sehat dan
aman dari segi lingkungan
6. Untuk mengetahui penyakit yang diakibatkan
sanitasi lingkungan perumahan yang kurang baik
7. Untuk mengetahui maksud dari sindrom
gedung sakit (Sick Building Syndrome)?
8. Untuk mengetahui dampak pembangunan
pada kesehatan masyarakat
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Rumah
Sehat
Rumah
sehat adalah rumah sebagai tempat tinggal yang memenuhi ketetapan atau
ketentuan teknis kesehatan yang wajib dipenuhi dalam rangka melindungi penghuni
rumah dari bahaya atau gangguan kesehatan sehingga memungkinkan penghuni
memeperoleh derajat kesehatan yang optimal (Kep.Menkimpraswil, 2002). Rumah
sehat dan nyaman merupakan sumber inspirasi penghuninya dan berfungsi sebagai
tempat tinggal yang digunakan untuk berlindung dari gangguan iklim makhluk
hidup lainnya. Kontruksi rumah dan
lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko sumber
penularan berbagai jenis penyakit. Kondisi sanitasi perumahan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan dapat menjadi penyebab penyakit infeksi saluran
pernafasan akut dan TBC paru.
2.2
Unsur
– Unsur Rumah Sehat
Berikut
ini adalah kriteria rumah sehat, yaitu sebagai berikut :
-
Bahan Bangunan
Langit-langit rumah hendaknya harus
dibersihkan, tidak rawan kecelakaan, berwarna terang, dan batas tinggi
langit-langit dari lantai 2,75 cm. dinding rumah berfungsi untuk menahan angin
dan debu, dibuat tidak tembus pandang, bahan dibuat dari batu bata, batako,
bambu, papan kayu, dinding dilengkapi dengan sarana ventilasi untuk pengaturan
sirkulasi udara. Dindng kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air an mudah
dibersihkan. Sedangkan dinding sebelah dalam rata, berwarna terang, dan mudah
dibersihkan. Lantai rumah hendaknya kedap air, rata tak licin serta mudah
dibersihkan. Tinggi lantai untuk rumah bukan panggung sekurang-kurangnya 10 cm
dari pekarangan dan 25 cm dari badan jalan.
-
Ventilasi
Jendela rumah berfungsi sebagai lobang
angin, jalan udara segar dan sinar matahari serta sirkulasi. Letak lobang angin
yang baik adalah searah dengan tiupan angin. Pergantian udara agar tetap lancar
diperlukan minimum luas lobang ventilasi tetap 5% dari luas lantai dan jika
ditambah dengan luas lobang yang dpat memasukkan udara lainnya (celah, pintu,
jendela, lobang anyaman bambu dan sebagainya menjadi berjumlah > 10-20% luas
lantai. Luas udara yang masuk sebaiknya udara
bersih dan bukan udara yang mengandung debu taua bau.
-
Cahaya
Cahaya yang cukup dapat diperoleh
apabila luas jendela kaca minimum 20% luas lantai. Kamar tidur sebaiknya
diletakkan di sebelah timur untuk memberikan kesempatan masuknya ultraviolet.
Jika peletekan jendela kurang leluasa dapat dipasang genteng kaca karena semua
jenis cahaya dapat mematikan kuman,
hanya berbeda satu sama lain tergantung segi lamanya proses mematikan kuman.
Agar cahaya matahari tak terhalang masuk ke dalam rumah maka jarak rumah yang satu dengan yang lain
paling sedikit sama dengan tinggi rumahnya. Lobang asap dapur yang baik apabila
lobang ventilasinya > 10% dari luas lantai dapur. Hal ini menyebabkan asap
keluar dengan sempurna.
-
Luas Bangunan Rumah
Luas
bangunan yang baik apabila dapat menyediakan 2,5 – 3 m2 /orang (tiap
anggota keluarga). Luas lantai kamar tidur diperlukan minimum 3 m2
/orang untuk mencegah penularan penyakit. Jarak antara tepi tempat tidur yang
satu dengan yang lain minimum 90 cm. apabila ada anggota yang menderita penakit
pernafasan sebaiknya tidak tidur satu kamar dengan anggota lain.
-
Penyediaan Air Bersih
Apabila sumber air yang dikonsumsi
keluarga tidak sehat, maka seluruh anggota keluarga akan menghadapi masalah
kesehatan atau penyakit. Misalnya diare, kutu air, herpes. Beberapa syarat air
minum yang sehat untuk dikonsumsi adalah:
a. Syarat
fisik: bening (tidak berwarna, tidak berasa, suhu dibawah suhu udara di
luarnya)
b. Syarat
bakteriologis: apabila dalam air 100 cc air terdapat kurang dari 4 buah bakteri
E.coli.
Syarat kimia: mengandung zat-zat
tertentu dalam jumlah tertentu pula, yaitu: flour (F), Chlor (Cl), Arsen (As),
Tembaga (Cu), Besi (Fe), Zat organik, PH (keasaman).
Fasilitas-fasilitas
di dalam rumah sehat meliputi:
pembuangan tinja, pembuangan air limbah, pembuangan sampah, fasilitas
dapur, dan ruang berkumpul keluarga.
2.3
Kriteria
Rumah Sehat
Adapun kriteria rumah sehat tercantum dalam Residential Environment dari WHO (1974), yaitu :
1. Dapat
melindungi dari hujan, panas, dingin, dan berfungsi sebagai tempat istirahat.
2. Mempunyai
tempat – tempat untuk tidur, masak, mandi, mencuci, kakus, dan kamar mandi.
3. Dapat
melindungi dari bahaya kebisingan dan bebas dari pencemaran.
4. Bebas
dari bahan bangunan berbahaya.
5. Terbuat
dari bahan bangunan yang kokoh dan dapat melindungi pnghuninya dari gempa,
keruntuhan, dan penyakit menular. Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga
yang serasi.
Kriteria rumah sehat menurut Winslow,
yaitu :
1. Dapat
memenuhi kebutuhan fisiologis.
2. Dapat
memenuhi kebutuhan psikologis.
3. Dapat
menghindarkan terjadinya kecelakaan.
4. Dapat
menghindarkan terjadinya penularan penyakit.
Di Indonesia, terdapat kriteria untuk
rumah sehat sederhana (RSS), yaitu :
1. Luas
tanah antara 60 – 90 meter persegi.
2. Luas
bangunan antara 21 – 36 meter persegi.
3. Memiliki
fasilitas kamar tidur, WC (kamar mandi), dan dapur.
4. Berdinding
batu bata dan diplester.
5. Memiliki
lantai dari ubin keramik dan langit – langit dari triplek.
6. Memiliki
sumur atau air PAM.
7. Memiliki
fasilitas listrik minimal 450 watt.
8. Memiliki
bak sampah dan saluran air kotor.
2.4
Kebutuhan
Fisiologis dan Kebutuhan Psikologis
a.
Kebutuhan Fisiologis
Terdapat variabel dalam pemenuhan
kebutuhan fisiologis berkaitan dengan perumahan, antara lain :
1.
Suhu ruangan
Suhu
ruangan harus dijaga agar jangan banyak berubah. Suhu sebaiknya tetap berkisar
antara 18 – 20oC. suhu ruangan dipengaruhi oleh :
·
Suhu udara luar
·
Pergerakan udara
·
Kelembaban udara
·
Suhu benda – benda
disekitarnya
Dirumah – rumah modern, suhu ruangan
dapat diatur dengan fasilitas air
conditiong.
2.
Penerangan
Rumah harus cukup mendapatkan penerangan
baik pada siang maupun malam hari. Idealnya, penerangan didapat dengan bantuan
listrik. Setiap ruangan diupayakan mendapat sinar matahari terutama dipagi
hari.
3.
Ventilasi udara
Pertukaran udara cukup menyebabkan hawa
ruangan tetap segar (cukup mengandung oksigen). Setiap rumah harus memiliki
jendela yang memadai. Luas jendela secara keseluruhan kurang lebih 15%.
4.
Jumlah ruangan atau
kamar
Ruang atau kamar diperhitungkan
berdasarkan jumlah penghuni atau jumlah orang yang tinggal bersama dalam satu
rumah atau sekitar 5 m2 per orang.
b.
Kebutuhan Psikologis
Terdapat kebutuhan psikologis yang harus
dipenuhi dan diperhatikan berkaitan dengan sanitasi rumah. Kebutuhan tersebut,
antara lain :
1.
Keadaan rumah dan
sekitarnya, cara pengaturannya harus memenuhi rasa keindahan sehingga rumah
tersebut menjadi pusat kesenangan rumah tangga yang sehat.
2.
Adanya jaminan
kebebasan yang cukup bagi setiap anggota keluarga yang tinggal dirumah
tersebut.
3.
Untuk setiap anggota
keluarga, terutama yang mendekati dewasa, harus memiliki ruangan sendiri hingga
privasinya terganggu.
Harus
ada ruangan untuk hidup bermasyarakat, seperti ruang untuk menerima tamu.
2.5
Syarat Rumah Sehat dan Aman dari
Segi Lingkungan
Kriteria
rumah yang sehat dan aman dari segi lingkungan, antara lain :
1. Memiliki
sumber air bersih dan sehat serta tersedia sepanjang tahun.
2. Memiliki
tempat pembuangan kotoran, sampah, dan air limbah yang baik.
3. Dapat
mencegah terjadi perkembangbiakan vektor penyakit, seperti nyamuk, lalat,tikus,
dan sebagainya.
4. Letak
perumahan jauh dari sumber pencemaran (mis, kawasan industri) dengan jarak
minimal sekitar 5 km dan memiliki daerah penyangga atau daerah hijau (green belt) dan bebas banjir.
2.6
Penyakit Akibat Sanitasi Lingkungan
Perumahan Kurang Baik
Rumah atau tempat tinggal yang buruk
atau kumuh dapat mendukung terjadinya penularan penyakit dan gangguan
kesehatan, seperti :
1. Infeksi
saluran napas
Contoh:
common cold, TBC, influenza, campak ,
batuk rejan (pertusis), dan sebagainya.
2. Infeksi
pada kulit
Contoh:
skabies, ring wom, impetigo, dan
lepra.
3. Infeksi
akibat infestasi tikus
Contoh
: pes dan leptospirosis
4. Arthropoda
Contoh
: infeksi saluran pencernaan (vektor lalat), relapsing fever (kutu busuk), dan dengue, malaria, serta kaki gajah
(vektor nyamuk).
5. Kecelakaan
Contoh
: bangunan runtuh, terpeleset, patah tulang, dan geger otak.
6. Mental
Contoh:
neurosis, gangguan kepribadian, psikosomatis, dan ulkus peptikum.
2.7
Sindrom Gedung Sakit (Sick Building Syndrom)
Perkembangan penduduk dan perekonomian
dunia mendorong terjadinya urbanisasi secara besar – besaran dari desa ke kota.
Hampir disetiap kota besar dipelosok dunia berdiri gedung – gedung tinggi yang
menjulang ke langit. Semua ini akibat keterbatasan lahan untuk pemukiman,
perkantoran, dan pusat kegiatan ekonomi. Gedung – gedung seperti ini biasanya
dibuat tertutup dan memiliki sistem sirkulasi udara sendiri, yaitu dengan
mempergunakan sistem pengaturan udara (air
conditioning).
Beberapa tahun belakangann ini, gedung
semacam diatas ternyata dapat menimbulkan masalah kesehatan tersendiri. Masalah
kesehatan terjadi biasa dikenal sebagai sick
building syndrome (sindrom gedung
sakit). Istilah sindrom gedung sakit perta a diperkenalkan oleh para ahli
dari negara Skandinavia pada awal tahun 1980 – an dan penggunaannya terus
meluas sampai sekarang. Banyak laporan tentang sindrom ini dari berbagai negara
Eropa, Amerika Serikat, dan bahkan Singapura.
Sindrom gedung sakit merupakan kumpulan
gejala penyakit akibat kondisi udara yang tidak sehat atau gangguan pada
sirkulasi udara didalam suatu gedung. Keadaan semacam itu, dinyatakan sebagai
keadaan yang tidak sehat atau sakit, dapat mengakibatkan penyakit pada
penghuninya atau pada orang yang memanfaatkannya.
Keluhan yang ditemui pada sindrom ini
antara lain batuk – batuk kering, sakit kepala, iritasi pada mata, hidung dan
tenggorok, kulit kering dan gatal, badan lemah, dan lain – lain. Keluhan
biasanya berlangsung setidaknya 2 minggu. Walau tidak terlalu parah, gejala itu
cukup mengganggu dan sangat berpengaruh pada produktivitas kerja seseorang.
Adapun penyebab dari sindrom gedung
sakit, yaitu dilakukan penelitian terhadap kondisi lingkungan udara atau sistem
ventilasi udara didalam suatu gedung. Di
Indonesia, masalah sindrom gedung sakit belum banyak diketahui oleh masyarakat
luas yang ditandai dari belum adanya kesadaran pemilik atau pengguna suatu
gedung untuk memeriksa gedung mereka bila dicurigai adanya pencemaran udara
dalam gedung tersebut.
Hasil pemeriksaan The National
Institue for Occupational Safety and Health (NIOSH) 1984 menunjukkan bahwa
terdapat 6 sumber utama pencemaran udara yang berasal dari dalam maupun dari
luar suatu gedung, antara lain :
1. Pencemaran
dari peralatan didalam gedung 17%
Pemakaian mesin fotokopi, asap rokok dan dapur, pestisida, bahan – bahan
pembersih ruangan, cat, karpet, sofa, dan sebagainya.
2. Pencemaran
dari luar gedung 11%
Masuknya
gas buang kendaraan bermotor yang lalu – lalang atau gas dari cerobong asap
atau dapur yang terletak di dekat gedung. Pencemaran tersebut dapat terjadi
akibat penempatan lubang masuk udara yang tidak tepat.
3. Pencemaran
akibat bahan bangunan 3%
Bahan
bangunan bersumber dari penggunaan bahan yang terbuat dari formaldehid, lem,
asbes, fiber glass, dan bahan – bahan lain yang merupakan komponen penggunaan
bentuk tersebut.
4. Pencemaran
mikroba 5%
Bakteri, protozoa, dan produk mikroba lainnya, dapat dipastikan pada
saluran udara dan alat pendingin (AC) dan semua sistemnya.
5. Gangguan
ventilasi 52%
Kurangnya udara segar yang masuk,
buruknya distribusi udara, dan kurangnya perawatan sistem ventilasi udara.
6.
Tidak diketahui 12%
Adapun pencegahan yang harus dilakukan pada sindrom gedung sakit adalah,
keluhan yang timbul pada penderita biasanya dapat diatasi secara simptomatis
asalkan diikuti dengan upaya lain agar suasana lingkungan udara di gedung
tempat kerja menjadi lebih sehat dan nyaman dan agar udara luar yang segar dapat
masuk ke dalam gedung secara baik dan merata ke semua bagian gedung.
Perlu juga diperhatikan bahwa lubang tempat masuk udara luar tidak boleh
berdekatan dengan sumber – sumber pencemar diluar gedung agar bahan pencemar
tidak terhisap masuk ke dalam gedung. Rencana renovasi ruangan, penambahan
batas – batas ruangan, dan penambahan jumlah orang bekerja dalam satu ruangan
sebaiknya dilakukan setelah mempertimbangkan bahwa setiap bagian ruangan dan
setiap individu telah mendapatkan ventilasi udara yang memadai.
2.8
Dampak
Pembangunan pada Kesehatan
Masyarakat
Pembangunan
merupakan upaya oleh manusia dan berwujud kegiatan-kegiatan manusia, baik
menggunakan alat ataupun tidak. Kegiatan pembangunan yang berlangsung
memberikan rangsangan (=stimulus) melalui faktor-faktor resiko atas kesehatan
manusia. Besar kecilnya rangsangan dari kegiatan pembangunan tidak sama.
Bagaimanapun kecilnya rangsangan, reaksi yang ditimbulkan relatif tidak
samadengan nol, atau disebut mendakati nol.
Reaksi ini berupa dampak yang dapat
berupa positif atau negatif. Rangsangan pada dasarnya bersifat eksternal.
Walaupun rangsangan akan memberikan dampak kepada faktor risiko atas kesehatan
manusia yang internal, namun dapat berlanjut memberikandampak yang internal.
Contoh, dampak positif terhadap sosial ekonomi penduduk, akanmerubah menu
pangan dan gizi penduduk. Akibatnya 2 sampai 3 generasi kemudian ukuran tubuh
akan lebih besar dibanding generasi sebelumnya. Di sini keturunan kependudukan
merupakan faktor risiko internal.
Dampak kegiatan pembangunan terhadap
lingkungan hidup aspek kesehatan secara langsung akan mengenai pelayana
kesehatan, seperti diuraikan Blum (1974). Contoh penggunaan bandara udara
a.
Dampak terhadap faktor
lingkungan, antara lain: meningkatkan kebisingan yang berarti mengganggu
kesehatan dan kenyamanan hidup.
b.
Dampak terhadap faktor
kependudukan: akan meningkatkan mobilitas penduduk, yang memungkinkan
mempermudah/mempercepat masuknyapenyakit AIDS di Indonesia. Dasar memperluas
penyebaran penyakit menular.
c.
Dampak terhadap
pelayanan kesehatan, antara lain: suatu bandara internasional dituntut adanya
pekayanan karantina penyakit menular. Dampaknya berupa kebutuhan playanan
kesehatan, yang meningkat.
Dari konsep Blum yang menggambarkan pengaruhnya faktor kependudukan,
lingkungan, pelayanan kesehatan dan perilaku terhadap derajat kesehatan
masyarakat, maka dalam penelitian, termasuk Amdal, faktor-faktor kependudukan,
lingkungan, pelayanan kesehatan dan merupakan variabel-variabel berpengaruh
sedang derajat kesehatan masyarakat sebagai variabel terpengaruh.
Untuk timbulnya wujud dampak terhadap derajat kesehatan masyarakat
seringkali memerlukan waktu lama atau wujud dampak derajat kesehatan mayarakat
sulit atau memerlukan upaya yang sangat besar untuk membuktukannya. Maka
pembuktian yang lebih efisien ditujukan terhadap faktor risikonya, ialah
faktor: kependudukan, lingkungan, pelayanan kesehatan dan perilaku atau sub-sub
faktor/sub-sub variabelnya.
Pada analisis dampak lingkungan oleh kegiatan pembangunan, ditujukan
untuk membuktikan terjadinya perubahan-perubahan parameter dari faktor-faktor
kependudukan, pelayanan kesehatan dan perilaku kesehatan. Sifat dampak yang
murni dapat negatif, positif atau tidak ada dampak sama sekali (sangat kecil
sekali), sedang besarnya dapat diukur dengan skala ordinal seperti penilaian
Amdal umumnya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Rumah sehat dan nyaman merupakan sumber inspirasi penghuninya dan
berfungsi sebagai tempat tinggal yang digunakan untuk berlindung dari gangguan
iklim makhluk hidup lainnya. Unsur rumah sehat, bahan bangunan, ventilasi,
cahaya, luas bangunan rumah, dan penyediaan air bersih. Kriteria rumah sehat
yaitu, dapat memenuhi kebutuhan fisiologis dan dapat memenuhi kebutuhan
psikologis. Penyakit yang disebabkan akibat buruknya sanitasi lingkungan
perumahan, ialah infeksi salurn pernapasan, infeksi kulit, arthropoda, dan lain
– lain. Sindrom gedung sakit, merupakan kumpulan gejala penyakit akibat kondisi
udara yang tidak sehat atau gangguan pada sirkulasi udara didalam suatu gedung.
Dan adapula dampak yang diakibatkan pembangunan pada kesehatan masyarakat
ialah, dampak terhadap faktor lingkungan, dampak terhadap faktor kependudukan,
dan dampak pada faktor pelayanan kesehatan.
3.2
Saran
Saran
kami, agar terjadinya rumah sehat dan aman ada baiknya untuk mencoba menerapkan
beberapa paparan kriteria tentang rumah sehat berdasarkan faktor lingkungan.
Agar semua dapat sehat, nyaman, aman, dan terhindari dari berbagai ancaman
penyakit, seperti gangguan pernapasan, infeksi kulit, dan lain – lain.
DAFTAR PUSTAKA
Adnani,
H. Ilmu Kesehatan Masyarakat. 2011.
Nuha Medika : Yogyakarta
Chandra,
B. Pengantar Kesehatan Lingkungan.
2006. Perpustakaan Nasional: Jakarta
Sucipto,
C. Aspek Kesehatan Masyarakat dalam AMDAL.
2011. Goysen Publishing : Yogyakarta.
Wibowo,
et all. Kesehatan Masyarakat Indoesia.
2014. Rajagrafindo Persada : Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar